“Kita mesti berdaulat dalam riset dan inovasi. Memastikan penguatan organisasi riset dan implementasi hasil riset adalah langkah awal menuju bangsa yang berdaya saing," kata Syarief dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, dia menilai dibutuhkan keberpihakan negara dalam memastikan terjadinya keterhubungan riset dan industri.
Sebab, lanjut dia, penemuan dan inovasi anak bangsa tidak berhenti pada prototype belaka, melainkan terwujud dalam produk nyata di berbagai bidang.
“Ini harus tercermin pada dukungan anggaran dan sinergi lintas-sektoral; kementerian dan lembaga negara, BUMN, kampus, dan dunia usaha,” katanya.
Dia juga berharap keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai institusi payung mampu menyusun dan melaksanakan kebijakan, serta mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai organisasi riset dengan kampus dan dunia usaha.
Dia memaparkan bahwa berdasarkan kajian oleh Research and Development World (2023), Indonesia menempati peringkat ke-34 dari 40 negara, di mana anggaran riset Indonesia sebesar 8,2 miliar dollar AS pada 2022.
“Ini anomali dan mesti jadi catatan kritis, anggaran riset menurun dari tahun ke tahun. Alokasi Rp26 triliun pada APBN 2018 terus menurun menjadi Rp12 triliun pada 2021, dan semakin menurun jadi Rp10 triliun pada 2023. Ini miris dan memprihatinkan. Harusnya anggaran riset dinaikkan setiap tahun, dan menjadi skala prioritas," tuturnya.
Mantan Menteri Koperasi dan UKM itu mengkhawatirkan apabila posisi Indonesia tertinggal akibat lambat menyikapi dunia yang kian kompetitif.
"Lalu jika semakin menurun, maka inovasi dan daya saing seperti apa yang kita harapkan. Ini bahkan baru dari sisi anggaran, belum lagi kita bicara perkara keterhubungan riset dan industri,” ucapnya.
Sementara itu, tambah dia, berdasarkan Laporan Indeks Inovasi Global (2022) yang meninjau kinerja inovasi di bidang ekonomi, Indonesia menempati peringkat ke-75 dari 135 negara.
"Ini menunjukkan daya saing kita masih sangat rendah, sementara potensi alam sangat melimpah. Padahal jika SDM kita berkompetensi tinggi, ahli, dan terdidik, maka pembangunan akan semakin optimal dan akseleratif. Dampaknya, asa sebagai negara berpendapatan menengah tinggi, bahkan negara maju semakin menuju jalan terjal," kata dia.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: SDM pariwisata harus kedepankan kearifan lokal
Baca juga: Wakil Ketua MPR dorong ilmu kepemimpinan dan pebisnis ada di kampus
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023